oleh : Farhan Aulia Harun
NIM: 2043501242
matkul : Perempuan dan Keadilan
kelas : KM
dosen pengampu : Yani Osmawati, S.Sos., M.Hum
Pada ranah publik dan komunitas kekerasan terhadap perempuan
tercatat 3.602 kasus. 58% kekerasan terhadap perempuan di Ranah Publik atau
Komunitas adalah Kekerasan Seksual yaitu Pencabulan (531 kasus), Perkosaan (715
kasus) dan Pelecehan Seksual (520 kasus). Sementara itu persetubuhan sebanyak
176 kasus, sisanya adalah percobaan perkosaan dan persetubuhan. Data berasal
dari WCC dan LSM. 9 kasus dari DKI Jakarta antara lain adalah kasus
penggusuran, kasus intimidasi kepada jurnalis ketika melakukan liputan,
pelanggaran hak administrasi kependudukan, kasus pinjaman online, tuduhan
afiliasi dengan organisasi terlarang. Lalu 2 kasus berasal dari Sulawesi
Selatan berupa kasus pelanggaran hak adminduk dan kesulitan untuk akses hak
kesehatan berkaitan dengan BPJS, serta 1 kasus dari Jawa Tengah berupa
pemukulan oleh oknum Satpol PP ketika terjadi penggusuran.
Kekerasan terhadap anak perempuan di tahun ini meningkat di banding
tahun 2018, mengalahkan kekerasan dalam pacaran 1.815 kasus (16%%), sisanya
adalah kekerasan mantan suami, kekerasan mantan pacar, serta kekerasan terhadap
pekerja rumah tangga. Angka kekerasan terhadap anak perempuan beberapa tahun
terakhir selalu masuk angka ketiga tertinggi angka kekerasan di ranah KDRT/ relasi
personal memperlihatkan bahwa menjadi anak perempuan di dalam rumah bukan lagi
hal yang aman. Diantara mereka mengalami kekerasan seksual. Kasus inses pada
tahun ini mencapai angka 822 kasus turun 195 kasus di banding tahun 2018 yang
mencapai 1.017 kasus. Pelaku inses terbesar adalah sebesar 618 orang. Angka
marital rape pada tahun ini juga turun di banding tahun lalu. Marital rape
tahun ini sebesar 100 kasusdibanding data kasus tahun lalu yang mencapai 192
kasus yang dilaporkan. Perhatian dan keberanian melaporkan kasus perkosaan dalam
perkawinan menunjukkan kesadaran korban bahwa pemaksaaan hubungan seksual dalam
perkawinan adalah perkosaan yang bisa ditindaklanjuti ke proses hukum.
Keberanian melaporkan kasus yang dialami anak perempuan dan marital rape kepada
lembaga layanan menunjukkan langkah maju perempuan yang selama ini cenderung
menutup dan memupuk impunitas pelaku anggota keluarga. Dengan ini bisa
disimpulkan jika :
1.
Kecenderungan
Kekerasan Seksual terjadi pada relasi pacaran dengan latar belakang pendidikan
paling tinggi SLTA, baik sebagai korban maupun pelaku. Kondisi ini disebabkan kurangnya
pemahaman seksualitas dan kesehatan reproduksi di usia seksual aktif sehingga perempuan
rentan menjadi korban kekerasan seksual. Dengan demikian pendidikan Kesehatan Reproduksi
dan Seksualitas (Pendidikan Seksualitas Komprehensif) dalam kebijakan pendidikan
di indonesia sangat dibutuhkan.
2.
Data
CATAHU selama 3 tahun terakhir menemukan bahwa ada pelaku usia anak, jika
dibagi dengan penduduk usia yang sama, 7 anak per 1.000.000 usia anak kurang
dari 18 tahun berpotensi menjadi pelaku per tahun. Bisa dikatakan setiap hari
rata-rata dua anak menjadi pelaku kekerasan.
3.
Perempuan
Pembela HAM rentan terhadap kriminalisasi, stigma komunis, liberal, murtad, dan
makar/ ekstrimis akibat ketiadaan Mekanisme Perlindungan Perempuan Pembela HAM.
4.
Kasus
kekerasan terhadap anak perempuan di ranah personal didominasi oleh kekerasan seksual
yang dilakukan oleh orang terdekat korban (ayah kandung, ayah angkat/ tiri, dan
paman).
5.
Angka
kekerasan terhadap perempuan yang didokumentasikan oleh lembaga layanan milik pemerintah
dan organisasi non pemerintah masih didominasi lembaga layanan di wilayah Jawa.
Sementara wilayah di luar Jawa memberikan konstribusi yang masih rendah yang berdampak
minimnya pencatatan dan pendokumentasian data kekerasan di wilayah tersebut.
6. Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO) meningkat dalam tiga tahun terakhir berbentuk ancaman dan intimidasi penyebaran foto/ video dengan konten pornografi. Komnas perempuan mengalami kesulitan mencari lembaga penerima rujukan layanan KBGO yang disebabkan minimnya kapasitas lembaga layanan dalam penanganan kasus KBGO.
7.
Perempuan
korban KBGO rentan dikriminalkan dengan menggunakan UU ITE dan UU Pornografi.
8.
Tahun
2019 ada kenaikan angka dispensasi nikah yang dikabulkan Pengadilan Agama sebesar
85%. Angka ini adalah angka yang dilaporkan, angka pernikahan anak yang tidak dilaporkan
kemungkinan lebih tinggi. Kenaikan ini bisa disebabkan karena sudah ada keputusan
Mahkamah Konstitusi atas Judicial Review menaikkan usia pernikahan menjadi 19
tahun.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar