Rabu, 20 Oktober 2021

RINGKASAN CATAHU KOMNAS PEREMPUAN 2020

 

oleh : Farhan Aulia Harun
NIM: 2043501242
matkul : Perempuan dan Keadilan 
kelas : KM
dosen pengampu : Yani Osmawati, S.Sos., M.Hum

 

RANGKUMAN CATATAN AKHIR TAHUN KOMNAS PEREMPUAN 2020

Pada ranah publik dan komunitas kekerasan terhadap perempuan tercatat 3.602 kasus. 58% kekerasan terhadap perempuan di Ranah Publik atau Komunitas adalah Kekerasan Seksual yaitu Pencabulan (531 kasus), Perkosaan (715 kasus) dan Pelecehan Seksual (520 kasus). Sementara itu persetubuhan sebanyak 176 kasus, sisanya adalah percobaan perkosaan dan persetubuhan. Data berasal dari WCC dan LSM. 9 kasus dari DKI Jakarta antara lain adalah kasus penggusuran, kasus intimidasi kepada jurnalis ketika melakukan liputan, pelanggaran hak administrasi kependudukan, kasus pinjaman online, tuduhan afiliasi dengan organisasi terlarang. Lalu 2 kasus berasal dari Sulawesi Selatan berupa kasus pelanggaran hak adminduk dan kesulitan untuk akses hak kesehatan berkaitan dengan BPJS, serta 1 kasus dari Jawa Tengah berupa pemukulan oleh oknum Satpol PP ketika terjadi penggusuran.

Kekerasan terhadap anak perempuan di tahun ini meningkat di banding tahun 2018, mengalahkan kekerasan dalam pacaran 1.815 kasus (16%%), sisanya adalah kekerasan mantan suami, kekerasan mantan pacar, serta kekerasan terhadap pekerja rumah tangga. Angka kekerasan terhadap anak perempuan beberapa tahun terakhir selalu masuk angka ketiga tertinggi angka kekerasan di ranah KDRT/ relasi personal memperlihatkan bahwa menjadi anak perempuan di dalam rumah bukan lagi hal yang aman. Diantara mereka mengalami kekerasan seksual. Kasus inses pada tahun ini mencapai angka 822 kasus turun 195 kasus di banding tahun 2018 yang mencapai 1.017 kasus. Pelaku inses terbesar adalah sebesar 618 orang. Angka marital rape pada tahun ini juga turun di banding tahun lalu. Marital rape tahun ini sebesar 100 kasusdibanding data kasus tahun lalu yang mencapai 192 kasus yang dilaporkan. Perhatian dan keberanian melaporkan kasus perkosaan dalam perkawinan menunjukkan kesadaran korban bahwa pemaksaaan hubungan seksual dalam perkawinan adalah perkosaan yang bisa ditindaklanjuti ke proses hukum. Keberanian melaporkan kasus yang dialami anak perempuan dan marital rape kepada lembaga layanan menunjukkan langkah maju perempuan yang selama ini cenderung menutup dan memupuk impunitas pelaku anggota keluarga. Dengan ini bisa disimpulkan jika  :

1.      Kecenderungan Kekerasan Seksual terjadi pada relasi pacaran dengan latar belakang pendidikan paling tinggi SLTA, baik sebagai korban maupun pelaku. Kondisi ini disebabkan kurangnya pemahaman seksualitas dan kesehatan reproduksi di usia seksual aktif sehingga perempuan rentan menjadi korban kekerasan seksual. Dengan demikian pendidikan Kesehatan Reproduksi dan Seksualitas (Pendidikan Seksualitas Komprehensif) dalam kebijakan pendidikan di indonesia sangat dibutuhkan.

2.      Data CATAHU selama 3 tahun terakhir menemukan bahwa ada pelaku usia anak, jika dibagi dengan penduduk usia yang sama, 7 anak per 1.000.000 usia anak kurang dari 18 tahun berpotensi menjadi pelaku per tahun. Bisa dikatakan setiap hari rata-rata dua anak menjadi pelaku kekerasan.

3.      Perempuan Pembela HAM rentan terhadap kriminalisasi, stigma komunis, liberal, murtad, dan makar/ ekstrimis akibat ketiadaan Mekanisme Perlindungan Perempuan Pembela HAM.

4.      Kasus kekerasan terhadap anak perempuan di ranah personal didominasi oleh kekerasan seksual yang dilakukan oleh orang terdekat korban (ayah kandung, ayah angkat/ tiri, dan paman).

5.      Angka kekerasan terhadap perempuan yang didokumentasikan oleh lembaga layanan milik pemerintah dan organisasi non pemerintah masih didominasi lembaga layanan di wilayah Jawa. Sementara wilayah di luar Jawa memberikan konstribusi yang masih rendah yang berdampak minimnya pencatatan dan pendokumentasian data kekerasan di wilayah tersebut.

6.      Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO) meningkat dalam tiga tahun terakhir berbentuk ancaman dan intimidasi penyebaran foto/ video dengan konten pornografi. Komnas perempuan mengalami kesulitan mencari lembaga penerima rujukan layanan KBGO yang disebabkan minimnya kapasitas lembaga layanan dalam penanganan kasus KBGO.

7.      Perempuan korban KBGO rentan dikriminalkan dengan menggunakan UU ITE dan UU Pornografi.

8.      Tahun 2019 ada kenaikan angka dispensasi nikah yang dikabulkan Pengadilan Agama sebesar 85%. Angka ini adalah angka yang dilaporkan, angka pernikahan anak yang tidak dilaporkan kemungkinan lebih tinggi. Kenaikan ini bisa disebabkan karena sudah ada keputusan Mahkamah Konstitusi atas Judicial Review menaikkan usia pernikahan menjadi 19 tahun.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar